Fenomena LGBT Dalam Sejarah Peradaban Manusia
Akhir-akhir ini, masyarakat dihebohkan
dengan pemberitaan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) baik melalui
media cetak, elektronik, dan on-line. Bahkan, ada salah satu stasiun televisi
nasional yang menayangkan secara langsung untuk mendiskusikan masalah LGBT
tersebut. Dimana yang menjadi salah satu narasumber dalam diskusi tersebut
adalah pelaku/pejuang komunitas LGBT.
Dalam
menjalani hidup manusia tidak dapat terlepas dari manusia lain. Hal ini
dikarenakan pada hakekatnya manusia dimana saja selalu ingin hidup bersama
dengan manusia lain, karena Tuhan menciptakan manusia di muka bumi agar berhubungan dengan manusia yang lain.
Tanpa manusia yang lain manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hubungan manusia yang
satu dengan yang lain dalam lingkup yang lebih luas dinamakan dengan hubungan
sosial. Melalui hubungan sosial manusia dapat mempelajari, mengetahui dan
memahami berbagai aspek kehidupan sosial. Hal itu juga dilakukan dengan proses
sosialisasi. Adapun yang dimaksud dengan proses sosialisasi itu menurut
Soekanto (79:1996) adalah “Proses dimana warga masyarakat untuk mengetahui, memahami, menghargai dan mentaati
nilai-nilai serta kaidah yang dianut oleh masyarakat”. Selanjutnya bersikap
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku serta yang bersangkutan menghargainya.
Apabila seseorang keluar dari
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat, maka hal tersebut
seringkali disebut sebuah patologi dalam masyarakat. Dikatakan patologi karena
merupakan “penyakit masyarakat” atau keadaan abnormal pada masyarakat.
Hal ini terkait dengan persoalan-persoalan sosial, karena persoalan-persoalan
sosial sering muncul apabila sekelompok orang terikat pada suatu tingkah laku
yang secara objektif bukan merupakan suatu ancaman terhadap masyarakat, tetapi
biarpun demikian ia tersebar
kemana-mana dan kadang- kadang mendapat
celaan dari masyarakat. Masalah seks juga bisa merupakan perilaku yang
menyimpang apabila terjadi penyimpangan terhadap perilaku seksualitas.
Seksualitas sebagai suatu kegiatan biologis dan merupakan aspek yang sangat
bermakna dalam kehidupan seseorang tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan adat istiadat, tradisi,
kebiasaan, nilai-nilai serta ajaran-ajaran
agama yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud Perilaku seksual menyimpang
menurut Sarwono (1997:137)
Segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Bentuk tingkah laku ini bisa
bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik sampai pada tingkah laku berkencan,
bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain orang dalam
hayalan atau diri sendiri.
Perilaku seksual menyimpang atau yang dikenal dengan abnormalitas seks itu bermacam-macam,
menurut Marzuki (1997:125) yang dimaksud penyimpangan seksual atau seksualitas
abnormal pada manusia dibedakan menjadi empat bagian antara lain;
1.
Abnormalitas
seks dilihat dari hasrat seks dan derajat kepuasannya misalnya promiscuity,
perzinahan, nimfomania/satyriasis dan sebagainya.
2.
Abnormalitas seks dilihat dari pasangannya
misalnya, homoseksual / lesbianisme, zoopilia,
incest, pedhopilia dan sebagainya.
3.
Abnormalitas
seks dilihat dari cara-cara pemuasannya, misalnya sadisme, vayaurisme,
ekshibionisme dan sebagainya.
4.
Abnormalitas
seks dilihat dari faktor bawaan atau kelainan kromosom, misalnya hermaphrodite
dan sebagainya.
A. Homoseksual
Dalam Lintasan Sejarah
Dalam
sejarahnya aktivitas homoseksual sudah ada sejak dahulu kala dan salah satu
bagian dari pola seks manusia. Setiap kebudayaan yang terbangun dalam
masyarakat, masyarakat telah mengenal perilaku homoseksual secara eksplisit.
Beberapa budaya lokal homoseksualitas tidak menjadi suatu persoalan yang
serius. Kisah Nabi Luth tentang homoseksual, ada dalam Al Qur’an surat Al-A’raf
jus 8 ayat 80-85. Isi dari terjemahan ayat-ayat tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:
“Ayat 80”
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth kepada kaumnya.
Ingatlah tatkala dia berkata kepada mereka “mengapa kamu mengerjakan perbutan
Fahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun di dunia ini
sebelummu?
“Ayat 81”
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki
untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini
adalah kaum yang melampaui batas.
“Ayat 82”
Jawab kaumnya tidak lain hanya
mengatakan “usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini,
sesungguhnya mereka adalah orang yang berpura-pura mensucikan diri”.
“Ayat 83”
Kemudian Kami selamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya kecuali istrinya (dia termasuk orang-orang yang tertinggal
(dibinasakan).
“Ayat 84”
Dan Kami turunkan kepada mereka hujan
batu maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.
Keempat ayat di atas mengisahkan tentang kaum Nabi Luth yang juga
melakukan perilaku homoseksual. Dimana pada akhirnya, kaum Nabi Luth tersebut
mendapatkan Azab dari Allah SWT sebagai balasan atas perbuatan yang telah
mereka lakukan karena tidak sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Luth.
Kisah tersebut, tertuang dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran bagi kaum-kaum
berikutnya lebih-lebih kaum Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi
sekaligus penyempurna terhadap ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh nabi-nabi
sebelumnya, yakni agama Islam.
Pada
tradisi Amerika kuno homoseksual bahkan dipuji-puji sebagai anugerah khusus. Mereka
yang homo seks itu sering dinamakan saman atau juru sembuh bagi sukunya.
Homoseksualitas pada
masyarakat dilarang oleh hukum atau oleh norma-norma, karena homoseksualitas
berkembang menjadi masalah sosial maupun masalah pribadi. Akan tetapi tidak
selamanya masyarakat itu menganggap homoseksualitas sebagai suatu yang negatif.
Morton Hunt, seorang pakar yang pada tahun 1979 menulis sebuah buku yang
berjudul Gay, What you should know about Homosexuality menyatakan bahwa
2400 tahun yang lalu di Athena, Yunani, Homoseksualitas merupakan tradisi yang
lazim dilakukan oleh orang-orang dari kalangan terhormat. Orang yang ahli
perang, gagah dan perkasa itu ternyata pelaku praktek homoseksual (Sarwono,
1997:179)
Homoseksualitas
di Indonesia juga menjadi kelaziman seperti dalam catatan sejarah kerajaaan
Giri, bersumber dari kitab Jatiswara digubah atas kehendak Kanjeng Gusti
Adipati Anom pada tahun 1742 terdapat riwayat-riwayat dan kisah-kisah yang
menggambarkan praktek-praktek homoseksual di kalangan masyarakat biasa maupun
para bangsawan. (Sarwono, 1997:179)
Salah satu daerah di Jawa Timur yaitu
Ponorogo, ada tradisi warok dengan gemblaknya. Gemblak
yang bertugas sebagai pelayan bagi sang warok termasuk dalam soal seks. Di
Sulawesi Selatan ada Bissu, pendeta agama Bugis Kuno yang menjadi simbol
kebesaran istana dan pemimpin bagi ritual Istana. Bissu ini berwujud seorang
laki-laki atau seorang wanita dan menyimpang secara seksual dan hanya
berhubungan seks dengan sesama jenis. Di Kalimantan para pelaku homoseksual
atau pelaku seks sesama jenis berperan sebagai dukun atau pendeta perantara.
Sementara di Aceh kelompok penari seudati terkenal juga dengan tradisi homo
seksual. Tarian Seudati dipimpin oleh laki-laki tampan yang disebut dengan
dalem atau abang. Para dalem biasanya berasal dari budak Nias atau pemuda
kampung miskin yang diambil dan dipelihara oleh kelompok tari. Pemuda itu
mendapat perhatian yang berlebihan, sehingga terkadang terdapat pelaku
homoseksual di dalamnya. (Ihsan, 2004: 322-323)
Pada awal abad ke 19 M di Syiria
sebagian kalangan Druze yang menganut ajaran Syiah sangat biasa mempraktekkan homoseksual.
Begitupun di Iran pada masa Syah Iran praktek homoseksual biasa
dipraktekkan. Baru setelah Revolusi Islam yang digerakkan oleh Imam Khomaeni
praktek homoseksual dihapus. Waktu itu ada sekitar 4000 Gay yang di
bunuh.(Ihsan, 2004:327)
Sementara di Arab Saudi negara yang
berlabel “Negara Islam” dengan negara melarang homoseksual bahkan
menjatuhkan hukuman mati bagi pelakunya. Tapi, zaman telah berubah, dan norma
mulai perlahan luntur. Meskipun aktivitas homoseksual tidak terbuka seperti di
dunia Barat, perkawinan sejenis sudah menjadi fenomena. Mal-mal di Jeddah telah
menjadi tempat berkumpul para homoseksual. Kencan antar gay telah mulai
dilakukan secara terbuka di jalan-jalan. Perkawinan massal 25 pasangan gay
pernah terjadi di Madinah. Sebuah buku yang ditulis oleh Camen bin Laden
saudara ipar Osama bin Laden seperti dikutip majalah Syir’ah telah
mengungkapkan kehidupan homoseksual di kalangan kaum Jet Set Arab Saudi serta
para perempuan lajang di lingkungan kerajaan. Perempuan-perempuan kaya Arab
Saudi gemar menyewa tempat-tempat disko untuk kegiatan para lesbian.
Putri-putri Kerajaan gemar mendatangi klub disko di Jeddah yang dikenal secara
luas sebagai tempat pertemuan para Lesbian. (Ihsan :2004, 327-329)
B. Rahasia
Islam Menangani Homoseksual
Merajalelanya kaum homoseks memang
tidak akan pernah ada dan ditemui selama syariat Islam diterapkan oleh Negara.
Bukan itu saja, penerapan aturan Islam juga akan menjadikan pola hidup di
tengah masyarakat mulia, aman, dan terkendali.
Rahasia Pertama, aturan Islam akan menindak tegas dengan memberlakukan hukuman
sampai mati bagi pelaku homoseksual. Baik yang gay maupun lesbian. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa
menjumpai orang yang berbuat homoseks seperti praktek kaum Nabi Luth, maka
bunuhlah sipelaku dan yang diperlakukan (pasangannya) (HR Bukhari, Muslim,
at-Turmudzi, Abu Daud, dan an-Nasa).
Rahasia kedua Islam punya
rambu-rambu pergaulan yang akan menyelamatkan kita dari perilaku kaum nabi
Luth.
Mata tidak jelalatan melihat aurat
sesama jenis maupun lawan jenis. Bukan karena sejenis, bukan berarti boleh
mandi bersama atau pamer aurat. “Jangan
pula seorang wanita melihat aurat wanita lainnya”. (HR ahmad, Muslim, Abu
Dawud, dan at –Tirmidzi).
Tidak tidur satu selimut dengan teman
sejenis apalagi lawan jenis. “Janganlah
seorang laki-laki tidur satu selimut dengan sesama laki-laki, jangan pula
wanita tidur satu selimut dengan wanita lainnya”. (HR.
Ahmad, muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi). (http://www.mail-archive.com/nasyid-indonesia@yahoogroups.com)
Dalam hadist yang berbunyi sebagai berikut
“Jika kalian menemukan orang yang melakukan hubungan seksual, sejenis seperti
kaum Nabi Luth, bunuhlah keduanya,” (Hadist riwayat Abu Dawud, Tarmidzi dan
Ibnu Majah). Jika seandainya dalam
masyarakat kita ternyata perilaku tersebut ada apakah kita harus membunuh
pelaku homoseksual seperti halnya lesbi. Sebenarnya hadis ini mengundang
perdebatan Abu Hanifah sendiri tidak mau menggunakan hadist ini, bahkan tidak
menganggap hubungan kelamin sejenis sebagai perbuatan zina yang diancam hukuman
hadd. Hubungan kelamin sejenis tidak identik dengan perzinahan karena dalam
perzinahan ada unsur pemasukan sperma kedalam rahim yang memungkinkan
terjadinya ketidak jelasan keturunan (nasab). Karena itu hukuman keduanya
berbeda antara pelaku lesbi dan pelaku zina berbeda. Zina dihukum hadd sedang hukuman sejenis cukup
dikenai hukuman Ta’zir. (Ihsan,
2004:351)
Peristiwa
penghukuman kaum homoseksual terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar disaat Khalid
bin Walid, Panglima perang umat Islam, menjumpai sebuah komunitas Arab. Disana,
seorang laki-laki dinikahkan dengan sesama laki-laki. Karena melihat kejadian
tersebut akhirnya Khalid segera melaporkan
kepada Khalifah Abu Bakar kalau terjadi praktek Homoseksual. Kemudian
Abu Bakar berdiskusi dengan sahabat-sahabat yang lain. Ali Bin Abu Thalib
mengusulkan agar di hukum bakar. Abu Bakar menyetujui dan memerintahkan Walid
untuk melakukan eksekusi. Apa yang dilakukan Abu Bakar itu tidak mutlak bisa
dilakukan karena bukanlah suatu tindakan ideal yang mempresentasikan perlakuan
Islam terhadap kaum homo seksual. Disini dapat ditarik pemahaman bahwa
sesungguhnya hukuman terhadap homoseksual sifatnya sangat kontekstual. (Ihsan,
2004:353)
Imam
Malik bin Anas, pencetus madzhab Maliki sudah mengingatkan supaya berhati-hati
dan tidak main hakim sendiri dalam memperlakukan kaum homoseksual Kata Imam
Malik, “Jika ada seseorang berkata kepada seorang laki-laki, Wahai pelaku
perbuatan Nabi luth, justru dialah yang layak dihukum cambuk.”Pembahasan Fikih yang terkait dengan
hukuman, sifatnya sangat kontekstual, tidak bisa semena-mena diberlakukan.
Hukuman erat berhubungan dengan penataan masyarakat. (Ihsan, 2004:354 )
Wallahu ‘Alam
Oleh
Yassir Arafat
0 Response to "Fenomena LGBT Dalam Sejarah Peradaban Manusia"
Posting Komentar